Author: Elinus Waruwu
•Sabtu, Agustus 15, 2009
Di gereja katolik Santu Petrus Mela hari Minggu, 9 Agustus 2009 Pastor Aloysius Barut, Pr yang sehari-hari bertugas sebagai Rektor seminari menengah Aek Tolang hadir memimpin perayaan misa pada Hari Raya Maria Diangkat ke Surga. Suasana kelihatan lebih meriah, umat yang hadir memenuhi gereja bahkan kelihatan beberapa ibu-ibu dan muda-mudi duduk di teras.

Pada khotbahnya P. Aloysius menekankan 3 sikap yang ada pada Maria. Sikap itu adalah 1).ketabahan, 2)iman, dan 3).kerendahan hati. Beliau menjelaskan banyak hal mulai dari latar belakang kenapa Maria dihormati dan diangkat sebagai Bunda Gereja di gereja kita katolik.
Menurut P. Aloysius, sering umat katolik dituduh oleh jemaat atau umat yang tidak seagama lainnya, mereka berpandangan salah karena Maria disembah oleh orang katolik. Munculnya sikap negatif itu sebagai akibat dari sikap keistimewaan Maria dalam gereja katolik, patung Maria ditempatkan dalam gereja atau rumah dan di tempat terhormat pula saat berdoa. Dalam hal ini, dapat dijelaskan, contoh sikap orang katolik yang salah, ketika patung Maria itu dijatuhkan oleh anak, maka Ibu dan Bapak dalam keluarga marah-marah, bahkan ada yang sampai memukul anaknya. Padahal itu hanya sebatas patung sebagai ekpresi wajah. Maka ketika orang lain melihat sikap kita itu, akhirnya mereka menyimpulkan bahwa orang katolik menyembah patung. Singkatnya, akibat ketidaktahuan tentang patung Maria maka muncul berbagai perbedaan presepsi dan pertentangan.

Seharusnya, patung Maria hanya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kita lebih intim terhadap Bunda Maria agar bisa bersama, membantu kita untuk menghantarkan doa-doa kita kepada Yesus Putranya bukan kepada Allah Bapa. Kita tidak mendewakan patung Maria, dan apalagi menyembah dia seperti Tuhan Yesus dan Allah. Namun sering kita melakukan sikap yang salah, maka orang yang tidak seagama dengan cepat menuduh kita menyembah patung.
Maria sebagai Bunda Kita dan Gereja, memang mempunyai keistimewaan khusus. Bila kita menonton acara Indosiar tentang puluhan pemuda yang mencari jodoh wanita atau sebaliknya puluhan wanita mencari pria idaman yang bisa dijadikan pasangan hidup. Bunda Maria adalah sosok wanita pilihan gereja katolik yang tiada bandingnya dan belum ada satu wanitapun yang bisa duduk menggantikan posisi Maria itu. Maria sebagai Bunda Kita dan Bunda Gereja.

Lebih jauh, P. Aloysius mengatakan, ada 3 sikap yang dimiliki Maria dalam perjalanan hidupnya yang mesti kita kagumi dan meneladaninya. Pertama-tama 1).ketabahan Maria menghadapi segala tantangan, tuduhan mengandung tanpa suami, ditolak di tempat penginapan ketika melahirnkan Putranya, anaknya Yesus dihukum dan disiksa sampai wafat dan lain sebagainya. Bila wanita sekarang mengalami hamil di luar nikah, sudah pasti ini dipertanyakan… atau anaknya diperlakukan kasar/ dipukul, pastilah orangtua mengejar dan tidak ada kamus istilah ketabahan itu. Nah, sikap ketabahan itu terpancar sangat jelas oleh Bunda Maria dan itu berlangsung selama dia hidup di dunia. Beranikah kita bersikap seperti Maria itu? Mau merelakan diri menjadi hamba Tuhan dan melayani Tuhan penuh 2).iman. Kata-kata Maria, “Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu itu…!” Satu jawaban iman yang menyerahkan kehidupannya total pada penyelenggaraan ilahi. Sekarang di antara kita sikap ber-iman Bunda Maria seperti itu sulit didapat, bila ada anak-anak kita mau menjadi Imam atau Suster, masih banyak di antara orangtua yang tidak rela. Malah ada pula orangtua yang menuduh anaknya kompensasi (pelarian).

Sikap Bunda Maria 3).kerendahan hati. Melalui sikap Bunda Maria dalam doa-doanya sungguh terjalin komunikasi intern kepada Allah dan juga hubungannya dengan sesama. Maria sudah tahu bahwa Allah memilih dia dari antara wanita dengan kata lain terpuji dan terpilih dari antara wanita. Dan ketika Maria terpilih, maka keluarlah doanya yang kita kenal dengan judul’ “Kidung Maria.” Sebaliknya kalau kita melihat ada orang yang sudah duduk pada jabatan terpilih, maka mulai dari gaya – mode – berbicara – dll turut berubah mempengaruhi kursi posisi tempat duduknya. Dan pelan-pelan muncul… antara lain kesombongan lawan dari rendah hati. “Wanita katolik mana yang bisa meraih sikap kerendahan hati ini sepanjang hidupnya seperti Maria?” tanya P. Aloysius saat keheningan umat menyimak khotbah.
Ibu dan Bapak sebenarnya bisa belajar dari kekurangan dirinya. Model Maria ditampilkan gereja kita katolik sebagai sosok yang seharusnya kita tiru dan teladani. Tidak perlu semua, namun dalam sikap sederhana bisa dilakukan. Contoh Ibu-ibu bisa tabah menghadapi kaum Bapak ketika dia marah. Bapak-bapak mampu tabah ketika usahanya gagal dalam pekerjaan, misalnza berdagang (menghasilkan uang). Ibu dan Bapak memberikan contoh rajin berdoa di rumah, gereja, partangiangan sebagai wujud umat beriman. Ketika berhadapan dengan semua orang, kita bisa menghadapinya dengan rendah hati tanpa harus marah-marah atau mengeluarkan kata-kata kotor.

Akhirnya P. Aloysius menutup khotbahnya dengan pesan berupa ajakan dan nasihat, “Mari kita mempraktekkan dalam hidup kita masing-masing sikap Maria, ada tiga sikap yang ditawarkan kepada kita dalam menjalani hidup sebagai orang katolik. Sikap ketabahan, iman, dan kerendahan hati, Amin.” ***
Elinus Waruwu

This entry was posted on Sabtu, Agustus 15, 2009 and is filed under , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: