Bila mengenang masa lalu lagi, SD Swasta RK No.4 Sibolga itu telah didahului dengan prestasi guru-guru. Tahun 2003 Guru SD Swasta RK No.4 Sibolga itu atas nama Lemeri Sinaga di Tingkat Provinsi meraih Juara III pada Diklat Sistem Evaluasi Terstandar. Dan Elinus Waruwu meraih Juara I pada Diklat Guru SD/SDLB Pendidikan Budi Pekerti se-Sumatera Utara yang diselenggarakan dari tanggal 14 – 23 September 2003 di LPMP Medan. Dan hasil Diklat Budi Pekerti itu ketika dipidatokan kembali pada lomba Pidato Antar OKP dan SMU dalam rangka Hari Sumpah Pemuda ke-75 tahun 2003, di hadapan generasi muda se-Kota Sibolga dengan hasil yang sama yaitu meraih Juara I. Selanjutnya tahun 2005 Guru SD Swasta RK 4 Sibolga atas nama Baya Sitanggang, S.Pd. meraih Juara I Guru Berprestasi se-Kota Sibolga. Kemudian, hanya berselang dua tahun yaitu tahun 2007 kembali SD Swasta RK No.4 Sibolga meraih Juara I Guru Berprestasi se-Kota Sibolga atas nama Elinus Waruwu.
Tidaklah terlalu mengherankan prestasi-prestasi itu semua mengantarkan SD Swasta RK No.4 Sibolga mendapat pengakuan oleh Badan Akreditasi Sekolah Nasional dari Pemerintah Kota melalui Dinas Pendidikan Kota Sibolga dengan Nilai Akreditasi A (Amat Baik). Sertifikat Akreditasi Sekolah yang diterima terakhir oleh pihak sekolah berlaku untuk jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak 22 Nopember 2006 yang lalu. Keberhasilan dalam meraih prestasi di bidang pendidikan, sejak berdirinya SD Swasta RK No.4 Sibolga tahun 1989 yaitu telah banyak membawa nama baik sekolah, Yayasan Santa Maria Berbelaskasih, dan Kota Sibolga di Tingkat Provinsi. Pertanyaan sekarang, kapan nama Kota Sibolga akan berbicara di Tingkat Nasional melalui SD Swasta RK No.4 Sibolga? Sepertinya masih dalam perjuangan. Tetapi Kepala Sekolah dan Guru-guru SD yang satu ini punya tekad kebersamaan akan meraih Juara di Tingkat Nasional untuk masa-masa yang akan datang. Semoga ! * (ELINUS WARUWU).
Menurut Pastor Bernard perayaan liturgi bukanlah acara yang abstrak melainkan konkrit atas kehidupan. Liturgi menjadi sumber kekuatan dalam menghayati iman yang hidup. Pengalaman manusia diangkat sebagai kesatuan dengan Allah melalui perayaan liturgi itu sendiri, baik pengalaman suka maupun duka. Artinya pengalaman manusiawi kita menjadi dasar liturgi dan sarana untuk beribadat kepada Allah, singkatnya liturgi itu ditempatkan sebagai puncak perayaan hidup kita. Semboyan teologis “lex credendi, lex orandi, dan lex vivendi” dalam hal ini perlu diterapkan. Lex credendi maksudnya : bagaimana beriman dan menentukan cara kita beribadat dalam menghidupkan iman itu sendiri. “Kalau pelaksanaan perayaan liturgi di suatu Paroki kurang diperhatikan, maka kegersangan akan tumbuh dalam situasi Paroki itu, umat mulai malas ke Gereja, tidak merasakan liturgi itu sebagai puncak perayaan hidup… dan ini menjadi tantangan.” tegas Pastor Bernard.
Kelihatan sekali Kursus Liturgi ini direspon amat antusias oleh para Pengurus/ peserta kursus. Ketika diberi kesempatan bertanya, maka terungkap segala macam problem pertanyaan-pertanyaan yang tiada habis-habisnya, dimulai dari penghayatan soal mengikuti perayaan liturgi, adanya umat datang terlambat lalu ikut menyambut komuni, adanya umat berlutut setengah-setengah, adanya komuni orang sakit karena lebih lalu dibagi kepada umat yang ikut di situ, adanya komuni yang disimpan di tabernakel kemudian disajikan kepada umat, dan berbagai persoalan lainnya dalam memakai fasilitas altar bila hanya Ibadat Sabda yang dipimpin oleh Pengurus/ Petugas Awam.
Pertanyaan sengit itu semua ditampung dan dijawab dengan gaya liturgi sebagaimana telah ditekuni oleh Pastor Bernard, narasumber kali ini. Menjadi menarik, bahwa para Pengurus itu menuntut agar semua Imam harus mengikuti Kursus Liturgi sehingga pemahaman itu tidak sepihak. Banyak hal praktis harus diketahui oleh Imam secara seragam soal penerapan perayaan liturgi. Salah satu kejadian misalnya soal membaca bab-ayat menurut liturgi hal itu tidak perlu, fokus liturgi di sini lebih pada penekanan penghayatan menyimak-mendengar sapaan Tuhan melalui Sabda yang dibacakan, bukan pada bab atau ayat-ayat itu. Dalam hal kecil ini saja, perdebatan panjang lebar mulai muncul karena selama ini hal itu dirasakan umat sesuai kebutuhan. Bapak Marsel Mendrofa berkomentar, “Itu kan penting dibacakan Pastor, agar anak-anak bisa mencatat dalam buku Bukti Beribadat…lagi pula ada umat yang membawa Alkitab nah dengan itu bisa tahu di bagian mana bacaan itu tertera…” Jawaban praktis Pastor Bernard, “Ok saya bisa memahami kalian, tetapi seharusnya anak-anak mendengar dan menghayati semua bunyi Sabda Tuhan ketika dibaca, tak perlu menulis saat itu karena mengganggu… jadinya hati terfokus di buku Bukti Ibadat. Soal adanya umat membawa Alkitab seperti kita lihat dengan umat gereja tetangga, kita juga tidak larang. Tetapi hendaknya diingat, ada efek bila Pembaca salah di depan maka umat yang mengikuti bacaan tersebut mau tidak mau terpancing untuk mau menyalahkan, bisa jadi mulutnya bunyi ketika mendengar salah baca dan sebagainya…Nah ini perlu dihindari. Kita harus betul-betul tenang-hening-konsentrasi agar sapaan Tuhan itu mengena dalam hati kita.”
Lebih jauh Pastor Bernard mengemukakan beberapa faktor yang mendukung partisipasi aktif perayaan liturgi, yaitu melakukan liturgi secara benar sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh Gereja. Bentuk partisipasi misalnya, memilih lagu yang tepat/ sesuai masa liturgi dan tema bacaan pada hari yang bersangkutan. Kemudian, perlu persiapan diri untuk melakukan tugas dalam ikut berliturgi. Dalam hal ini Pastor Bernard berpesan, “Petugas bacaan I, II, Pemilih lagu, Pemazmur, Pembersih gereja, Penulis pengumuman, Pengkhotbah dan sebagainya, seharusnya mempersiapkan diri jauh hari sebelum perayaan dimulai, dan bukan pada menit-menit menjelang dimulainya upacara.”
Selain persiapan diri, perlu ketika mengikuti perayaan liturgi sikap hadir secara utuh. Maksudnya menghadirkan jiwa dan raga penuh persiapan secara utuh baik lahir maupun batin. “Yang berdoa dalam liturgi adalah diri kita dengan tubuh dan jiwanya, maka kalau bernyanyi ya bernyanyilah dengan sepenuh hati, berdoa sepenuh jiwa, dan segenap tenaga. Kesemuanya diarahkan pada kehadiran yang utuh. Sering terjadi, umat berdoa dengan bibirnya saja tetapi hati dan pikirannya melayang entah ke mana-mana…” tegas Pastor Bernad yang membuat Peserta Kursus tertawa.
Banyak hal lain yang diutarakan dalam kursus liturgi itu. Menyangkut hal-hal praktis dalam bersikap, seperti sikap saleh (berjalan-berdiri-membungkuk-memberi hormat-berlutut-duduk) dalam perayaan Ekaristi. Masih adanya Imam atau Petugas Awam yang membaca bab, ayat, kemudian mengakhiri Injil/ Bacaan dengan bernyanyi Berbahagialah orang yang mendengarkan Sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya… Lalu setelah dijawab, Imam/Petugas Awam masih meneruskan Demikianlah Sabda Tuhan… Nah…ini adalah kesalahan-kesalahan yang perlu pemahaman, baik oleh Pastor/ Imam maupun umat kita.
Menyinggung soal Perayaan Ibadat Sabda, dalam hal ini sikap merayakan Tata Perayaan Ibadat Sabda tanpa Imam di stasi-satasi yang dipimpin oleh awam, Petugas Awam (sebutan : Lektor/ Voorhanger) tidak boleh memakai altar termasuk duduk di belakang altar (Panti Imam), tetapi didesain sedemikian rupa/ duduk menyamping dan tidak persis berhadapan dengan umat. Pastor Bernard juga menjelaskan pemakaian mimbar utama, dan tempat-tempat duduk para petugas lainnya, termasuk apa yang boleh dan tidak diperkenankan untuk dilakukan oleh Petugas Awam dalam kegiatan doa lingkungan. Selamat berliturgi ! * (ELINUS WARUWU)
Lebih jauh dalam sambutan tanpa teks, Ibu Hj. Subiarti mengemukakan bahwa tujuan pelaksanaaan lomba yaitu untuk mengembangkan kebiasaan membaca di tingkat Sekolah Dasar. Kata beliau, “Perlombaan ini tetap dilaksanakan sebagai kegiatan rutin setiap tahun, oleh karenanya kami mengharapkan anak-anak dapat tumbuh dan berkembang untuk peduli terhadap lingkungan hidup. Saya mengajak anak-anak agar meningkatkan minat baca dan aktif berpatisipasi dalam menjaga lingkungan baik pekarangan di rumah, sekolah, maupun masyarakat. Bila lingkungan hidup kita sudah aman, maka sudah pasti mewujudkan Kota Sibolga yang berwawasan lingkungan .”
Masukan untuk Panitia Lomba
Pelaksanaan lomba terlihat secara umum berlangsung baik, hanya sayang ketentuan waktu yang hanya 5 menit itu membatasi kreatifitas anak. Sepintas pelaksanaan lomba terlihat terburu-buru seperti dikejar-kejar oleh waktu yang lima menit itu. Seperti penampilan Sartika Wahyuni Samosir siswi kelas V SD Swasta RK No.4 Sibolga yang bercerita dongeng Kiki Pengganggu Tanaman. Penyapaan teman-teman, Dewan Juri, Bapak Guru setengah menit. Ringkasan cerita 4 menit dan penutup 1 menit. Dari pengamatan yang dilakukan dengan alat stopwatch, Panitia sudah mengehentikan anak itu pada 5 menit 24 detik 21 sekon. Sementara terlihat Ibu Hj. Subiarti sebagai Dewan Juri melihat Panitia heran, tetapi Panitia itu semakin besar suara agar anak itu menghentikan kata-kata akhirnya. Ini sebenarnya kesalahan Panitia, anak itu sangat bersemangat tetapi dengan penghentian itu membuat suasana tidak enak bagi anak dan guru pendamping. Dengan kata lain, tujuan dan sasaran Panitia Lomba agar dapat menumbuhkan minat dimatikan oleh Panitia 5 menit.
Dari pantauan Cerdas, terlihat menceritakan dongeng dengan memakai waktu 5 menit tidak masuk akal atau kurang logis. Karena bercerita itu sebenarnya minimal terbagi 3 bagian, yaitu pembukaan/pengantar minimal 1 menit, isi cerita minimal 5 menit, dan penutup minmal 1 menit. Ini sudah singkat sekali. Jadi, kalau dihitung paling sedikit waktu harus diberikan oleh Panitia 7 menit. Ini belum lagi diperhitungkan waktu tak terduga, yaitu waktu molor karena anak semangat bercerita, bisa saja dia lupa bahwa waktu sudah habis. Kalau kita lihat, pelaksanaan lomba dimulai pukul 09.00 Wib, ternyata acara pembukaan saja baru dimulai pukul 09.25 Wib. Nah, begitulah terjadi ketidaktepatan waktu akibat beberapa orang anak, pada saat hari H (Lomba) ada yang baru mendaftar, sehingga keterlambatan molor waktu itupun tidak bisa dielakkan.
Untuk masa yang akan datang, kita semua berharap kepada Panitia, agar lewat surat edaran atau teknik meeting dilaksanakan. Termasuk petunjuk-petunjuk pemakaian waktu, sangat perlu disosialisasikan kepada peserta, dan sejauh mana kebebasan peserta dalam menentukan cerita yang akan ditampilkan. Sukses bagi Panitia, semoga lebih baik lagi pada saat-saat mendatang ! (Peliput : ELINUS WARUWU).
Pada mulanya, mereka tampil agak malu-malu, dan setelah satu orang memberitahu tujuan kedatangan dan bertanya apakah boleh mewawancarai, akhirnya kelihatan wajah cerah karena ada lampu hijau tanda boleh. Langkah menarik, bahwa mereka memperkenalkan diri satu per satu, kemudian sudah menyiapkan tape recorder mini, dan masing-masing telah menyiapkan daftar pertanyaan dan catatan jawaban-jawaban narasumber. Yah, kelihatan mereka sangat serius, dan sepertinya berbakat menjadi kuli tinta.
Banyak pertanyaan yang mereka lontarkan, antara lain bagaimana cara-cara belajar yang baik ? Apa yang harus dilakukan oleh para pelajar agar bisa berhasil ? Apa saja sikap guru yang baik sekarang ini ? Apa yang mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar ? dan lain sebagainya.
Bagi narasumber sendiri, tugas seperti ini perlu diberikan sebagai awal menjadi penulis pemula. Bila latihan mewawancarai seperti ini dilakukan secara rutin, dan kemudian dituangkan dalam tulisan entah itu laporan, kemungkinan besar siswa-i kita akan berkembang dan pelan-pelan menjadi penulis yang handal di kemudian hari. Bagus dan selamat ! Bila ada lagi yang mencoba untuk menulis, usahakan gunakan rumus 5 W + 1 H, kemudian ikuti jawaban-jawaban Narasumber, dan mana konsep Narasumber yang tidak mengerti atau perlu ditanyakan, itulah yang kita kejar dengan pertanyaan. Singkatnya, perlu pertanyaan panduan yang sudah disiapakn, dan lebih penting lagi pertanyaan memburu informasi ketika sedang wawancara.
Senang bertemu dengan penulis pemula, kita semua sama-sama belajar. Long Life Education. Thank you ! See you again. Liputan : Elinus Waruwu.(Erw).
Pernyataan itu diutarakan oleh Drs. H. Nurdiswar B. Jambak selaku Kasubdikjar Dinas Pendidikan Kota Sibolga, pada 18 April 2008 ketika membuka secara resmi acara perlombaan, sekitar pukul 14.00 wib. Beliau menyampaikan arahan-arahan pada pelaksanaan lomba kretifitas menulis dan membaca puisi bagi siswa-i tingkat SD se-Kota Sibolga tahun 2008. Menurut Pak Jambak ada sekitar 60 orang siswa-i tingkat sekolah dasar (SD) sederajat turut ambil bagian dalam lomba itu, dan diharpkan terpilih satu yang terbaik untuk dibina dan kemudian menjadi peserta lomba di tingkat Provinsi nanti.
Untuk itu penilaian harus dilakukan dengan baik, kita semua mengharapkan lebih baik dan bagus. Dan kita mengucapkan selamat nanti kepada para Juara, setelah selesai perlombaan itu, agar ke depan yang menjadi Juara I Kota Sibolga menuju perlombaan ke Tingkat I Provinsi sampai ke Tingkat Nasional. * Elinus Waruwu.(Erw)